Selasa, 20 Januari 2015





Dialog Simulasi sdm study mahasiswa ip umy

Rapat Perencanaan pelamar kerja s
Kepala dinas     : ”Assalamualaikum wr.wb.terima kasih  saya ucapkan untuk semua kepala staf  yang telah menghadiri rapat pada hari ini.”
Kepala staf      : “ini rapat membahas apa ya pak ?”
Kepala dinas   : “ Dalam rapat kali ini kita akan membahas tentang kurangnya SDM di instansi kita, dikarnakan ada pegawai kita yang telah memasuki usia pensiun pada beberapa bagian.Jadi untuk lebih jelasnya bisa dijelaskan oleh pihak sekretaris.”
Sekretaris         : “ Benar sekali kata kepala dinas,dari data yang saya dapatkan ada dua orang yang telah memasuki masa pension.Oleh karena itu kita perlu mencari SDM yang lebih Profesional dibidangnya.”
Kepala staf      : “ baik jika itu adalah keputusan kepala dinas dan dirasa sangat di perlukan maka saya sangat menyetujui keputusan tersebut.”
Dan setelah melakukan rapat untuk pembukaan lowongan kerja, prekrutan pun dilakuan dengan melalui media cetak dan internet. Setelah itu pun para pelamar memberikan persyaratan-persyaratan untuk mengikuti sleksi  yang telah tertera pada iklan rekrutmen dua hari sebelum sleksi di laksanakan.
Para pelamar kerja hadir di waktu dan tempat yang telah di tetapkan untuk mengikuti seleksi.Dan mendengarkan pembukaan dari kepala dinas.
Kepala dinas   :  “Assalualaikum wr.wb.kita ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT .Sehingga  kita dapat berkumpul bersama ditempat yang penuh berkah ini,kami yakin kepada para calon pelamar kerja  Dinas perizinan kota jogja memiliki kemampuan yang kita cari.Pencarian pegawai baru ini memiliki transparan serta kualitas yang dimiliki masing-masing pelamar kerja.”
Calon Pelamar kerja : (Mendengarkan dan tepuk tangan)

Setelah pembukaan yang disampaikan oleh kepala dinas,maka dalam tahapan selanjutnya adalah proses pembagian Nomor Urut Pelamar kerja yang dilakukan oleh panitia

Calon pelamar kerja : (Menunggu ditempat pembagian nomor urut pelamar kerja)
Panitia dan calon pelamar kerja : (Memberikan nomor urut pelamar kerja dan berbincang)

 Setelah pembagian nomor urut pelamar kerja dan pengisian administrasi pelamar kerja baru Dinas perizinan kota jogja.Kemudian para pelamar kerja langsung melakukan tes psikotes

Calon pelamar kerja          : (Melakukan tes psikotes)

Setelah pelamar melakukan tes psikotes,kemudian dinas perizinan kota jogja akan melakukan tes interview kepada pelamar kerja,guna untuk memenuhi kebutuhan pegawai dinas perizinan kota jogja.Selanjutnya para calon pelamar kerja memasuki ruangan satu persatu.
pelamar kerja   :  “Assalamualaikum.” (sambil memasuki ruangan)
A.Pewawancara          : “perkenalkan diri anda dan ceritakan riwayat hidup anda!”
pelamar kerja   : (Memperkenalkan diri dan menceritakan riwayat hidupnya)
B.Pewawancara          : “Pengalaman apa yang anda miliki terkait dengan pekerjaan?”
Pelamar kerja   : (menceritakan pengalaman kerja)
A.Pewawancara          : “Apa motivasi anda mengikuti tes ini?”
pelamar kerja   : (Menceritakannya)
B.Pewawancara          : “Apakah anda dapat diajak bekerja sama dalam hal pekerjan?”
Pelamar kerja   : (Menjawab)
A.Pewawancara          : “Apa yang anda ketahui tentang instansi dinas perizinan kota Yogyakarta?”
Pelamar kerja   : (menjawabnya)
B.Pewawancara          : “Setelah bekerja disini  jabatan apa yang anda inginkan.” 
Pelamar kerja   : (menjawabnya)
A.Pewawancara          : “Berapa gaji yang anda inginkan,setelah anda bekerja disini”
Pelamar kerja   : (menjawabnya)
B.Pewawancara          : “Terima kasih atas partisipasi anda,semoga anda diterima.”
Pelamar kerja   : “Amien,assalamualaikum pak.” (pelamar kerja lalu meninggalkan ruangan)

Setelah Melakukan penyeleksian,maka akan dilakukan PANTUKHIR Seleksi di Dinas Perizinan Kota Yogyakarta.


Pro/Kontra Pemekaran Wilayah

Pro study mahasiswa ipumy
·         amanat uu – 32/2004 pasal 4
1.       Pembentukan daerah sebagaima dimaksud dalam  Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undang-undang
2.       Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antar lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan,peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah.
3.      Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
4.      Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.
·         Pemekaran wilayah dapat meningkatkan kualitas pelayanan umum, murah dan juga cepat kerna dengan adanya pemekaran wilayah kita tak perlu repot akan jarak yang jauh dengan ibukota seperti sebelum pemekaran diadakan. Dan oleh karena hal tersebut pengadaan barang maupun jasa serta hal hal sebagainya dapat dengangan cepat di selenggarakan dan  di selesaikan
·         Denga adanya pemekaran wilayah ini dapat meningkatkan hubungan pemerintah dengan masyarakat karena masyarakat dapat dengan mudah ber interaksi dengan pemerintah di karnakan masyarakat tak perlu pergi ke Ibukota sebelumnya sebelum terjadinya pemekaran. Dan karna hal tersebut pyla partisipasi masyarakat dapat meningkat
·         Kesejahteraan rakyat dapat tercapai apabila di terapkanya pemekaran wilayah ini sebab daerah yang melakukan pemekaran wilayah lebih paham akan poteensi-potensi yang terdapat di daerah tersebut dan pemekaran wilayah juga dapat memudahkan pembangunan serta penyaluran penyaluran program perintah.
Kontra
·         Penerapan uu.tentang pemekaran tidak tegas karna daerah daerah pemekaran yang tidak sanggup dan tidak lolos masa ujicoba masih dilakukan pemekaran di daeerah tersebut.
·         Dalam kenyataannya pemekaran wilayah tidaklah memberikan peningkatan kualitas
·         Banyak elit politik yang memanfaatkan pemekaran wilayah ini sebagai ajang untuk meningkatkan suara suatu partai atau tokoh partai agar dapat mendapatkan dukungan masyarkat yang banyak.



BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
study mahasiswa IP umy Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah untuk menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri  urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[1]
Sebagai Negara kepulauan, perkembangan wilayah di Indonesia biasanya merupakan wujud dari keinginan masyarakat di suatu daerah untuk tumbuh dan berkembang dari segi ekonomi, politik, sosial, budaya dan keamanan dalam dimensi geografis.[2]
Di Indonesia, pola perkembangan wilayah sebelum tahun 1998 mengalami perubahan sejak bergulirnya era reformasi setelah tahun 1998. Fenomena tersebut merupakan konsekuensi dari perubahan kebijakan sentralisasi menjadi desentralisasi (otonomi daerah).  Kebijakan tersebut tertuang dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan UU No. 32 tahun 2004. Dalam rangka implementasi kebijakan tersebut maka dikeluarkan PP No. 129 tahun 2000 tentang persyaratan dan tata cara pembentukan daerah otonom baru, penghapusan dan penggabungan daerah otonom. Peraturan Pemerintah tersebut kemudian diganti dengan PP No. 78 tahun 2007.
Kebijakan otonomi daerah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam naungan wilayah NKRI yang semakin kokoh melalui strategi pelayanan kepada masyarakat yang semakin efektif dan efisien dan adanya akselerasi pertumbuhan dan perkembangan potensi daerah yang semakin cepat. Dalam bahasa yang sederhana yaitu untuk mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan lebih merata. Masing masing daerah otonom didorong dan dipacu untuk tumbuh dan berkembang secara mandiri sesuai kewenangan yang diberikan untuk mengelola potensi daerahnya masing masing. Dengan demikian diharapkan bangsa Indonesia di masa datang akan lebih mampu bersaing dengan bangsa bangsa lain di dunia dalam persaingan global yang semakin ketat.

Otonomi daerah juga bertujuan untuk mendekatkan rakyat dengan pemerintah. Kedekatan pemerintah dengan rakyat tersebut kemudian diharapkan dapat menjadi dampak positif terhadap meningkatnya pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang selama ini terabaikan karena sentralisasi kekuasaan, dimana pada masa sebelum tahun 1998, kekuasaan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia sangat sentralistiik dan semua daerah di Republik ini menjadi perpanjangan tangan dari kekuasaan yang ada di Jakarta (pemerintah pusat). Daerah  yang  kaya  akan  sumber  daya  alam,  ditarik  keuntungan produksinya  dan dibagi-bagi  di  antara  elite  Jakarta,  alih-alih diinvestasikan  untuk  pembangunan  daerah. Akibatnya,  pembangunan antara di daerah dengan di Jakarta menjadi timpang.
Pada  masa  awal  reformasi,  selain  adanya  keinginan  provinsi memisahkan diri dari  Republik, banyak juga  bermunculan  aspirasi  dari  berbagai daerah  yang  menginginkan  dilakukannya  pemekaran  provinsi  atau kabupaten. Ketersediaan peluang regulasi bagi  pemekaran daerah otonom atau pembentukan daerah otonom baru, sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia. Sejak sistem pemerintahan sentralist pada masa Orde Baru, pemerintah juga telah banyak melakukan pembentukan daerah otonom baru. Kecamatan-kecamatan yang semakin kuat karakter urbannya kemudian dijadikan Kota Administratif, sebuah unit pemerintahan wilayah dekonsentratif  (field administration). Selanjutnya bila karakter tersebut telah semakin menguat, daerah tersebut dijadikan Kota Madya yang setingkat dengan Pemerintahan Kabupaten. Di luar itu juga dimungkinkan pembentukan pemerintah kabupaten ataupun provinsi baru.
Pemekaran daerah diberi peluang oleh pemerintahan Orde Baru dan pasca Orde Baru. Perbedaannya terletak pada proses pengusulan pemekaran. Di masa Orde  Baru pemerintah pusat mempunyai peran yang besar untuk menyiapkan pembentukan daerah otonom (dari ibukota Kecamatan, menjadi Kota Administratif lalu Kotamadya) dan menginisiasi pembentukannya. Di masa pasca Orde Baru, regulasi yang ada menekankan pada usulan daerah untuk memekarkan diri  dalam rangka membentuk daerah otonom baru. Namun pun demikian, regulasi yang ada berusaha untuk menyaring usulan pemekaran dengan mempertimbangkan kapasitas daerah yang akan dibentuk. Selain itu, bukan hanya pemekaran yang  dimungkinkan. Tetapi penggabungan beberapa daerah menjadi satu daerah otonompun diberi peluang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembentukan daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Pembentukan daerah dapat berupa pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih, atau penggabungan bagian daerah yang bersandingan, atau penggabungan beberapa daerah.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah setengah abad lebih usia negara ini, tahun 2000 lahir  sebuah  provinsi  baru  bernama  Banten.  Dahulu,  wilayah  Banten adalah  bagian  dari  Provinsi  Jawa  Barat.  Melalui  Undang-Undang Nomor  23  Tahun  2000  tentang  Pembentukan  Provinsi  Banten  (UU Nomor  23  Tahun  2000),  pemerintah  mengesahkan  adanya  provinsi baru  itu  pada  17  Oktober  2000.  Selanjutnya,  diikuti  pula  munculnya Provinsi  Bangka  Belitung  dari  Sumatera  Selatan  sebagai  provinsi induknya,  Provinsi  Gorontalo  (dari  Sulawesi  Utara),  dan  Kepulauan Riau  (dari  Riau)  melalui  undang-undang  yang  dibentuk  pada  tahun yang  sama.  Kemudian,  pada  tahun-tahun  berikutnya,  pemekaran provinsi terjadi di Maluku dan Papua.
Pada tahun 2011 secara administratif wilayah Indonesia terbagi dalam 33 provinsi, 398 kabupaten dan 93 kota. Berdasarkan luasnya, wilayah provinsi paling kecil adalah provinsi Bali dan DI Yogyakarta, sedangkan yang paling luas adalah provinsi provinsi di Kalimantan   kecuali Kalimantan Selatan dan Papua.[3]
Menurut PP 129 Tahun 2000 menyebutkan bahwa pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan Daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui: peningkatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban, serta peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.[4]
Seiring dengan hiruk-pikuknya pemekaran wilayah saat ini, maka penulis menyusun makalah ini dengan tujuan utnuk melihat pemekaran wilayah dari sisi positifnya, bukan hanya melihat dari sisi negative.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan pemekaran wilayah?
2.      Apa saja faktor penyebab perlunya pemekara wilayah?
3.      Bagimana Hukum mengatur tentang Pemekaran Wilayah?
4.      Apa saja tujuan dan implikasi dari pemekaran wilayah di Indonesia?

BAB II
KERANGKA DASAR TEORI

A.      Pengertian Pemekaran Wilayah
Menurut pasal 1 Angka 10 PP No. 78/07, pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih.[5]
Pemakaran wilayah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004, merupakan proses pemisahan dan atau pembagian satu daerah menjadi dua daerah atau lebih dengan memenuhi empat syarat, yaitu administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.[6]
Pemekaran daerah menurut Gabrielle Ferrazzi[7] dapat dilihat sebagai bagian dari proses penataan daerah atau  territorial reform  atau administrative reform, yaitu “management of the size, shape and hierarchy of local government units for the purpose of achieving political and administrative goals”. Penataan daerah umumnya mencakup pemekaran, penggabungan,  dan penghapusan daerah. Ferrazzi berpendapat bahwa grand strategy otonomi daerah yang optimal tidak  berhenti pada menentukan berapa jumlah daerah otonom yang ideal di suatu negara, namun lebih dari itu,  harus mampu menjawab pertanyaan  apa sebenarnya hakekat otonomi daerah di negara bersangkutan.  Baru setelah  itu mencari  ‘jawaban’ untuk tujuan apa sebenarnya pemekar-an daerah (dalam konteks territorial reform) tersebut.
Dari sudut pandang desentralisasi, pemekaran daerah merupakan pelaksanaan azas desentralisasi, tepatnya desentralisasi teritorial. Desentralisasi teritorial menurut salah satu pendapat merupakan “wewenang yang diberikan oleh pemerintah kepada suatu badan umum seperti suatu persekutuan yang berpemerintahan sendiri, untuk membina keseluruhan kepentingan yang saling berkaitan dari golongan-golongan penduduk dalam suatu wilayah tertentu”.[8]
Selain desentralisasi teritorial, juga dikenal desentralisasi fungsional dan desentralisasi administratif. Desentralisasi fungsional adalah “pelimpahan sebagian fungsi pemerintahan kepada organ atau badan asli yang khusus dibentuk untuk itu”. Desentralisasi administratif merupakan “pelimpahan wewenang yang semula dipusatkan pada penguasa di pusat, kepada pejabat-pejabat bawahannya”. Desentralisasi administratif atau dekonsentrasi dapat dianggap sebagai modifikasi atau “penghalusan” dari sentralisasi”.[9] Selanjutnya dikenal pula apa yang disebut desentralisasi kebudayaan, yaitu pemberian hak kepada golongan-golongan dalam masyarakat untuk menyelenggarakan kebudayaan sendiri.[10]
Penggolongan desentralisasi bermacam-macam. Misalnya saja James Manor[11] membagi desentralisasi menjadi 3 (tiga), yaitu dekonsentrasi atau desentralisasi administrasi, desentralisasi fiskal, dan devolusi  (desentralisasi demokratik, desentralisasi politik), yaitu: tranfer kekuasaan dari pusat ke daerah.
Kathleen O’Neill[12] memperkenalkan konsep desentralisasi efektif (effective decentralization), yaitu desentralisasi politik  dan desentralisasi fiskal secara bersama-sama dalam arti pelimpahan kekuasaan politik dan fiskal ke pemerintahan bawahan.  Pemekaran daerah atau pembentukan daerah-daerah baru termasuk desentralisasi berbasis teritori atau kewilayahan, atau termasuk dalam konsep devolusi atau desentralisasi demokratik atau desentralisasi politik.
Mark Turner dan David Hulme menjelaskan secara sederhana kategorisasi atau bentuk-bentuk desentralisasi, seperti dapat dilihat dalam tabael:[13]
Nature of Delegation
Basis for  delegation:
Territorial
Basis for delegation
Within formal political
Structures
Devolution (political
decentralization, local
government, democratic
decentralization)
Interest group Representation
Within public administrative or parastatal structures
Deconcentration (administrative decentralization, field
administration)
Establishment of parastatals and quangos.
From state sector to private sector
Privatization or devolved
functions (deregulation,
contracting out)
Privatization of national functions (divestiture,
deregulation, economic
liberalization)

 Pemekaran daerah atau pembentukan daerah-daerah baru termasuk desentralisasi berbasis teritori atau kewilayahan, atau termasuk dalam konsep devolusi atau desen-tralisasi demokratik atau desentralisasipolitik.
Untuk melihat kelayakan otonomi daerah dan pemekaran daerah, beberapa kriteria di Negara negara lain dapat dipergunakan untuk menjadi bahan masukan bagi Indonesia.[14]  

No.
Estonia
Denmark
Latvia
Afrika Selatan
1.
Jumlah pelayanan yang harus disediakan
Satu kota, satu
Municipality
Pembangunan jangka panjang dari teritori
pemda.
Pemerintah yang
demokratis dan
bertanggung jawab

2.
Teritori yang seragam
Municipality harus punya ekonomi yg berkesinambungan
Basis pendapatan
keuangan
Pelayanan yang adil
bagi masyarakat

3.
Cukup besar utk.dapat
menyediakan semua
pelayanan
Municipality harus mempunyai ukuran yang cukup utk. Dapat menyediakan pelayanan-pelayanan dasar secata rasional dan berkualitas.
Infrastruktur yang
cukup utk dapat men-jalankan fungsi pemda
Peningkatan
pembangunan sosial
dan ekonomi






4.
Memiliki lebih dari
2.000 penduduk
Jika dimungkinkan
municipality hrs. me-miliki basis industri
dan perdagangan bagi
pembangunan masa
depan.
Jumlah penduduk
Peningkatan
lingkungan hidup
yang sehat




5.
Infrastruktur dan
Transport
Jika dimungkinkan municipality harus memiliki teritori
geografis yang jelas dg pusat municipality
yang jelas
Kesatuan ekonomi,
geografis dan sejarah
dari daerah
Kemampuan
menjalankan
pembangunan yang
terintegrasi
6.
Situasi ekonomi yang
cukup baik dan
berbasis pajak
Jika dimungkinkan ,
municipality yg. ada
pd saat ini tidak boleh
dipecah selama
pembentukan muni-cipality yang baru.
Akses terhadap
pelayanan
Basis pajak yang
Cukup
7.
Kesatuan sejarah dan
Budaya

Syarat-syarat lain yang
diajukan oleh dewan
regiona

8.
Satu kota-satu muni-cipality



9.
Kondisi geografis



10.
Situasi demografis



11.
Pusat municipality
yang jelas





B.       Faktor Penyebab Pemekaran Wilayah
Beberapa alasan kenapa pemekaran wilayah dapat dianggap sebagai salah satu pendekatan dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintah daerah dan peningkatan publik, yaitu :
a.       Keinginan untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih baik dalam wilayah kewenangan yang terbatas/terukur. Pendekatan pelayanan melalui pemerintahan daerah yang baru diasumsikan akan lebih dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan pelayanan melalui pemerintahan daerah induk dengan cakupan wilayah pelayanan yang lebih luas. Melalui proses perencanaan pembangunan daerah pada skala yang lebih terbatas, maka pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih tersedia.
b.      Mempercepat pertumbuhan ekonomi penduduk setempat melalui perbaikan kerangka pengembangan ekonomi daerah berbasiskan potensi local. Dengan dikembangkannya daerah baru yang otonom, maka akan memberikan peluang untuk menggali berbagai potensi ekonomi daerah baru yang selama ini tidak tergali.
c.       Penyerapan tenaga kerja secara lebih luas di sektor pemerintah dan bagi-bagi kekuasaan di bidang politik dan pemerintahan. Kenyataan politik seperti ini juga mendapat dukungan yang besar dari masyarakat sipil dan dunia usaha, karena berbagai peluang ekonomi baru baik secara formal maupun informal menjadi lebih tersedia sebagai dampak ikutan pemekaran wilayah.
Dalam wacana publik dan kajian akademis diuraikan dorongan pemekaran selama ini lebih banyak muncul dari tuntutan daerah. Beberapa alasan utama daerah mengajukan pemekaran antara lain adalah :[15]
1.    Kebutuhan untuk pemerataan ekonomi daerah. Menurut data IRDA, kebutuhan untuk pemerataan ekonomi menjadi alasan paling populer digunakan untuk memekarkan sebuah daerah.
2.    Kondisi geografis yang terlalu luas. Banyak kasus di Indonesia, proses delivery pelayanan publik tidak pernah terlaksana  dengan optimal karena infrastruktur yang tidak memadai. Akibatnya luas  wilayah yang sangat luas membuat pengelolaan pemerintahan dan pelayanan publik tidak efektif.
3.    Perbedaan Basis Identitas. Alasan perb edaan identitas (etnis, asal muasal keturunan) juga muncul menjadi salah satu alasan pemekaran. Tuntutan pemekaran muncul karena biasanya masy arakat yang berdomisili di daerah pemekaran merasa sebagai komunitas buda ya tersendiri yang berbeda dengan komunitas budaya daerah induk. 
4.    Kegagalan pengelolaan konflik komunal. Kekacauan politik yang tidak bisa diselesaikan seringkali menimbulkan tuntutan adanya pemisahan daerah.
5.    Adanya insentif fiskal yang dijamin oleh Undang-Undang bagi daerah-daerah baru hasil pemekaran melalui Dana Alokasi Umum (DAU), bagi hasil Sumber Daya Alam, dan Pendapatan Asli Daerah.

C.      Tujuan dan Implikasi Pemekaran Wilayah
Menurut Zulkamain Lubis,[16] ada umumnya pemekaran daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui :
a.    Peningkatan pelayanan kepada masyarakat
b.    Percepatan pertumbuhan kehidupan masyarakat
c.    Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah
d.   Percepatan pengelolan potensi daerah
e.    Peningkatan keamanan dan keterlibatan
f.     Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Alasan normatif dari usulan pemekaran yang diajukan melalui surat resmi ke DPR dan DPD, tidak berbeda jauh dengan tujuan pemekaran sebagaimana diuraikan diatas, yaitu :[17]
a.       Aspirasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah lebih mudah tersalur. Dengan adanya pemekaran wilayah, maka cakupan pemerintahan baru menjadi lebih dekat dengan masyarakatnya, sehingga pelayanan semakin dekat, yang pada gilirannya aspirasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah daerah akan lebih mudah tersalurkan.
b.      Pemerataan belanja pemerintah daerah
Pemekaran wilayah akan menjadikan suatu pemerintahan daerah menjadi terbagi dua, sehingga beberapa daerah akan terbagi ke dalam dua pemerintahan. Alokasi anggaran pemerintahanpun tentunya akan terbagi ke dalam dua pemerintahan tersebut. Maka diharapkan pemerataan belanja daerah dapat lebih baik, sehingga masyarakat yang dinaungi oleh pemerintah darah induk dan pemerintah daerah hasil pemekaran menjadi lebih sejahtera, karena alokasi anggaran telah merata.
c.       Peningkatan pengelolaan pelayanan pemerintahan dan pembangunan daerah
Salah satu tujuan utama dari pemekaran wilayah adalah mendekatkan pemerintahan kepada masyarakat, sehingga diharapkan pengelolaan pemerintahan dapat berjalan lebih efektif dan efisien, pelayanan kepada masyarakat lebih baik dan pembangunan daerah dapat berjalan lancar.
d.      Belanja rutin dan pembangunan makin merata
Pemekaran wilayah akan berdampak langsung pada pemisahan pemerintahan daerah induk dan pemerintahan daerah hasil pemekaran. Dengan kondisi ini, diharapkan terjadi pemerataan antara belanja rutin dan pembangunan yang dilakukan oleh kedua pemerintahan daerah, sehingga pada gilirannya distribusi anggaran lebih adil antara satu daerah dengan daerah lain.

Secara umum, beberapa implikasi pemekaran daerah antara lain adalah :[18]
1.      Implikasi di bidang Politik Pemerintahan
Dari sisi politis, pemekaran wilayah dapat menumbuhkan perasaan homogen daerah pemekaran baru yang akan memperkuat civil society agar lebih aktif dalam kehidupan politik.
2.      Implikasi di bidang Sosio Kultural
Dari dimensi sosial, kultural, bisa dikatakan bahwa pemekaran daerah mempunyai beberapa implikasi positif, seperti pengakuan sosial, politik dan kultural terhadap masyarakat daerah.  Melalui kebijakan pemekaran, sebuah entitas masyarakat yang mempunyai sejarah kohesivitas dan kebesaran yang panjang, kemudian memperoleh pengakua n setelah dimekarkan sebagai daerah otonom baru.
3.      Implikasi Pada Pelayanan Publik
Dari dimensi pelayanan publik, pemekaran daerah memperpendek jarak geografis antara pemukiman penduduk  dengan sentra pelayanan, terutama ibukota pemerintahan daerah. Pemekaran juga mempersempit rentang kendali antara pemerintah daerah dengan unit pemerintahan di bawahnya. 
4.      Implikasi Bagi Pembangunan Ekonomi
Pemekaran dianggap sebagai cara untuk meningkatkan pembangunan di daerah miskin, khususnya dalam kasus pembentukan kabupaten baru. Adanya pemekaran dinilai akan memberi kesempatan kepada daerah miskin untuk memperoleh lebih banyak subsidi dari pemerintah pusat (khususnya melalui skema DAU dan beberapa DAK), hal ini akan mendorong peningkatan pendapatan per kapita di daerah tersebut. 


5.      Implikasi Pada Pertahanan, Keamanan dan Integrasi Nasional
Pembentukan daerah otonom baru, bagi beberapa masyarakat pedalaman dan masyarakat di wilayah perbatasan dengan negara lain, merupakan isu politik nasional yang penting.

D.      Dasar Hukum Pemekaran Wilayah
Undang-undang Dasar 1945 tidak mengatur  perihal  pembentukan  daerah atau pemekaran  suatu  wilayah  secara  khusus,  namun  disebutkan  dalam Pasal 18B  ayat 1 bahwa:
“Negara  mengakui  dan  menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”.[19]
Selanjutnya, pada ayat 2 pasal yang sama tercantum kalimat sebagai berikut:
“Negara  mengakui  dan  menghormati  kesatuan-kesatuan masyarakat  hukum  adat  beserta  hak-hak  tradisionalnya sepanjang  masih  hidup  dan  sesuai  dengan  perkembangan masyarakat  dan  prinsip  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
Secara lebih khusus, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur ketentuan mengenai  pembentukan daerah dalam Bab II tentang Pembentukan  Daerah  dan  Kawasan  Khusus.  Dapat  dianalogikan, masalah  pemekaran  wilayah  juga  termasuk dalam  ruang  lingkup pembentukan  daerah.  Undang-undang Nomor 32 Tahun  2004  menentukan  bahwa pembentukan  suatu  daerah  harus  ditetapkan  dengan  undang-undang tersendiri.  Ketentuan  ini  tercantum  dalam Pasal  4  ayat  1.  Kemudian, ayat 2 pasal yang sama menyebutkan sebagai berikut:[20]

“Undang-undang  pembentukan  daerah  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  1  antara  lain  mencakup  nama,  cakupan  wailayah, batas,  ibukota,  kewenangan  menyelenggarakan  urusan pemerintahan,  penunjukan  penjabat  kepala  daerah,  pengisian keanggotaan  DPRD,  pengalihan  kepegawaian,  pendanaan, peralatan, dokumen, serta perangkat daerah.”

Legalisasi  pemekaran  wilayah  dicantumkan  dalam  pasal  yang sama  pada  ayat  berikutnya ayat 3 yang  menyatakan  bahwa : “Pembentukan  daerah  dapat  berupa  penggabungan  beberapa  daerah atau  bagian  daerah  yang  bersandingan  atau  pemekaran  dari  satu daerah  menjadi  dua  daerah  atau  lebih.” 

Dan  ayat  4 menyebutkan : “Pemekaran  dari  satu  daerah  menjadi  2  (dua)  daerah  atau  lebih sebagaimana  dimaksud  pada ayat 3 dapat  dilakukan  setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.”

Namun  demikian,  pembentukan  daerah  hanya  dapat  dilakukan apabila  telah  memenuhi  syarat  administratif,  teknis,  dan  fisik kewilayahan.  Bagi  provinsi,  syarat  administratif  yang  wajib  dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota yang  akan  menjadi  cakupan  wilayah  provinsi  bersangkutan, persetujuan  DPRD  provinsi  induk  dan  gubernur,  serta  rekomendasi dari  Menteri  Dalam  Negeri.  Sedangkan  untuk  kabupaten/kota,  syarat administratif  yang  juga  harus  dipenuhi  meliputi  adanya  persetujuan DPRD  kabupaten/kota  dan  bupati/walikota  bersangkutan,  persetujuan DPRD  provinsi  dan  gubernur,  serta  rekomendasi  dari Menteri  Dalam Negeri.[21]
Selanjutnya, syarat teknis dari pembentukan daerah baru harus meliputi faktor yang  menjadi  dasar  pembentukan  daerah  yang mencakup faktor-faktor di bawah ini :[22]
a.    Kemampuan ekonomi
b.    Potensi daerah
c.    Sosial budaya
d.   Sosial politik
e.    Kependudukan
f.     Luas daerah
g.    Pertahanan
h.    Keamanan
i.      Faktor  lain  yang  memungkinkan  terselenggaranya  otonomi daerah.
Terakhir, syarat fisik yang dimasud harus meliputi paling sedikit lima kabupaten/kota  untuk  pembentukan  provinsi  dan  paling  sedikit lima kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan empat kecamatan untuk  pembentukan  kota,  lokasi  calon  ibukota,  sarana,  dan  prasarana pemerintahan.[23]




BAB III
ANALISIS
Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat disuatu wilayah. Demikian pula dengan Indonesia, ketika terjadi perubahan social-politik yang besar pada tahun 1997/1998 maka desentralisasi dan otonomi daerah menjadi alternative jalan keluarnya. Hal ini ditegaskan melalui pemberlakuan Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian dirubah menjadi Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Undang-undang ini merupakan salah satu tonggak rofermasi pemerintahan di Indonesia.
Salah satunya adalah dengan dimungkinkannya pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah baik ditingkat Provinsi maupun ditingkakat Kabupaten-Kota. Alassan dasar pemekaran daerah, seperti yang telah dijelaskan diatas antara lain, menciptakan kemandirian dan mempercepat pembangunan daerah serta sebagai sarana pendidikan politik ditingkat local dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Booming” pemekaran daerah era reformasi  erat kaitannya dengan dua faktor utama yaitu: keterbukaan dan demokrasi pasca Soeharto, dan Kebijakan pemerintah yang bergeser ari sentralisasi ke desentralisasi. Pemekaran daerah era reformasi bersifat bottom-up, dimulai dari aspirasi elit-elit daerah atau kelompok-kelom-pok masyarakat.
Beberapa latarbelakang pemekaran yang cukup relevan dan sering muncul yaitu untuk mengatasi rentang kendali antara pemerintah dan masyarakat, khususnya pada daerah-daerah yang belum terjangkau oleh fasilitas pemerintahan, baik administrasi maupun pembangunan. Pemekaran wilayah juga memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengoptimalkan pemerataan pembangunan. Pembangunan yang terjadi selama ini cenderung terpusat pada daerah pusat pemerintah dan ekonomi yang notabene berada di Ibukota Daerah. 
Salah satu aspek yang paling penting dari pelaksaan otonomi daerah saat ini adalah terkait dengan pemekaran wilayah, baik itu daerah Provinsi, Kabupaten maupun Kota. Terkait dengan itu dampak positif dan negative dari pemekaran wilayah terus menjadi bahan perdebatan.
Dampak positif dari pemekaran wilayah, salah satunya telah membuka keterisolasian daerah-daerah terpencil dengan dibangunnya jalan-jalan dan jembatan-jembatan. Faktor ini sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi daerah dan daya tarik bagi  investor untuk menanamkan modal ke daerah-daerah pemekaran. Di samping itu, pemekaran daerah juga telah membuka lapangan kerja baru bagi calon-calon PNS, pejabat dan politisi di tingkat local, memberikan pelayanan pendidikan dan kesehatan minimal kepada warga masyarakat setempat. Dari sisi integrasi nasional, pemekaran daerah dan otonomi daerah saat ini mampu menjadi  ’pilihan kebijakan’ jangka pendek untuk mengatasi kegagalan Orde Baru di masa lalu dalam menciptakan pemerataan keadilan dan pembangunan  Jawa-Luar Jawa.[24]
Berdasarkan penjelasan diatas, pemekaran wilayah sebenarnya telah mencapai tujuan dasar seperti yang tertuang dalam PP 129 Tahun 2000 yang menyebutkan bahwa pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan Daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban, serta peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Dari  sebuah  penelitian juga diketahui bahwa sebanyak 80,1% di Kota  Bekasi,  Kabupaten  Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Kabupaten Karawang  setuju  terbentuknya provinsi  baru  yang  terpisah  dari  Jawa  Barat.  Data  ini  diperoleh  dari hasil  jajak  pendapat  yang  dilakukan  Lembaga  Pemberdayaan  dan Pengembangan  Publik  Daerah  (LP3D)  pada  14  Januari  sampai  24 Februari 2005. Dalam jajak pendapat tersebut, seribu responden dipilih secara acak untuk diminta menjawab sepuluh pertanyaan. Dari sepuluh  pertanyaan  yang diajukan kepada responden, tiga di antaranya adalah sebagai berikut:[25]
a.       Apakah  pembentukan  provinsi  baru  akan  meningkatkan kesejahteraan masyarakat?
b.      Apakah  pembentukan  provinsi  baru  akan  meningkatkan efektivitas koordinasi pemerintahan?
c.       Apakah  pembentukan  provinsi  baru  akan  meningkatkan potensi  pertambangan  dalam  peningkatan  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)?
Berdasarkan  hasil  penelitian  itu,  pembentukan  provinsi  baru  di wilayah  tersebut  dinilai  sangat  realistis  dan  sesuai  dengan  payung hukum  berdasarkan  Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2004  yang memberikan  syarat  pembentukan  provinsi  berdasarkan  syarat administrasi, teknis, dan fisik kewilayahan. 
Dengan demikian, pemekaran wilayah sebenarnya telah mendapat persetujuan dan dukungan dari masyarakat. Dan bukan semata untuk kepentingan para elite politik.
Selain itu, dengan adanya pemekaran wilayah, keterisolasian daerah-daerah di luar Jawa sedikit banyak terpecahkan dengan adanya pemekaran wilayah melalui dibangunnya jalan-jalan dan jembatan-jembatan, serta mendekatkan kantor pemerintah daerah dengan masyarakat sehingga pelayanan administrasi dan pelayanan publik menjadi lebih baik. Contoh dari beberapa daerah tersebut antara lain :[26]
1.         Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Pelalawan Riau yang berdiri pada tahun 1999, misalnya,  banyak  menarik  kaum investor. Selain karena faktor melimpahnya SDA, kedua daerah tersebut telah membangun sistem  pelayanan  satu atap.
2.         Kabupaten Tanah Bumbu di Kalimantan Selatan yang baru tujuh tahun berdiri  dan merupakan salah satu daerah pemekaran yang cukup berhasil di Indonesia,  juga cukup  pesat pembangunan infrastrukturnya  hingga ke pelosok pedesaan. Salah satu best practice  dari daerah yang kaya dengan tambang batubara ini adalah kebijakan pemerintah kabupaten yang memberikan subsidi pembangunan desa  Rp.250.000.000,- per tahun untuk pemberdayaan masyarakat pedesaan.
3.         Daerah Kabupaten Landak di Kalimantan Barat juga merupakan kabupaten pemekaran yang berdiri pada tahun 1999 lepas dari Kabupaten Pontianak sebagai induknya yang berhasil membuka keterisolasian daerah yang mayoritas bersuku Dayak ini dengan membangun jalan-jalan raya beraspal. Dalam kasus Kabupaten Way Kanan (Lampung) yang berdiri pada tahun 1999, karena potensi perkebunan yang cukup baik, daerah ’miskin’/’tertinggal’ ini cukup  berhasil  meng-undang sejumlah investor untuk me-nanamkan modalnya.
4.         Sedangkan Kota Metro (Lampung) yang   kecil  daerahnya cukup berhasil dalam mengembangkan sektor jasa seperti pendidikan dan perdagangan. Kota Metro  merupakan daerah peme-karan yang berdiri pada tahun 1999.
Selain beberapa hal diatas, yang terpenting dari pelaksaan otonomi daerah juga terkait dengan ketentuan PP No 78 Tahun 2007 dengan terpenuhinya sayrat teknis yaitu: kemampuan ekonomi, potensi daerah, social budaya, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan keamanan, pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali pelaksaan pemerintah daerah.
Terkait dengan hal tersebut, dibawah ini ada beberapa perbandingan terkait permasalahan umum keadaan daerah sebelum dan sesudah pemekaran.
Pemetaan Permasalahan Umum (Politik, Ekonomi, dan Sosial Budaya) di Daerah-daerah Pemekaran Era Reformasi[27]
Bidang
Pemekaran Wilayah
Setelah Pemekaran
Politik
1.   Sentralisasi kekuasaan oleh pemerintah pusat
2.   Konstitusi dan regulasi yang lonngar
3.   Dukungan politisi-politisi di
4.   DPR/DPD dengan mengatasnamakan aspirasi rakyat dan demokrasi
5.   Presiden, Depdagri dan DPOD yang lemah.
6.   ’Gap’ pembangunan Jawa-Luar Jawa.
7.   Marginalisasi kelompok/suku/agama tertentu
8.   Gerrymandering (pembelahan daerah berdasar partai)
9.   Hasrat elit lokal untuk pemberdayaan daerah pasca Soeharto.
1.        Terserapnya putra daerah sebagai tenaga kerja/pegawai pemerintah daerah sehingga memberikan cukup kepuasan pada psikologi lokal.
2.        Adanya kebanggaan lokal bahwa putra-putri daerah dapat memerintah dan membangun daerahnya sendiri.
3.        Adanya rasa relatif kebebasan  dari  Pusat 














Ekonomi
1.      Kemiskinan, ketertinggalan pembangunan
2.      Jarak yang jauh dari ibukota provinsi/ kabupaten/kota
3.      Hasrat  mendapat DAU
4.      Rent-seeking motives
1.   Munculnya kegiatan-kegiatan ekonomi/pusat-pusat ekonomi baru
2.   Kemajuan pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, gedung-gedung pemerintah, sekolah-sekolah, puskesmas, dll.)
3.   Mendekatkan jarak ibukota daerah dengan masyarakat, efisiensi pengurusan administrasi.

Sosial Budaya
1.      Identitas lokal, adat-isiadat daerah bekas kerajaan
2.      Bahasa lokal
3.      Perbedaan asal-usul (pantai-gunung, kepulauan-daratan). 
1.    Adanya rasa bebas masyarakat dalam mengembangkan adat-istiadat/budaya setempat
2.    Terjadinya revitalisasi  peran elit-elit tradisional di masyarakat dan pemerintahan lokal.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu motivasi untuk membentuk daerah baru tidak terlepas dari adanya jaminan dana transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dalam era desentralisasi ini, bentuk dana transfer ini dikenal sebagai dana pe rimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK),  serta Dana Bagi Hasil (DBH) baik bagi hasil pajak maupun bagi hasil sumber daya alam. Komponen terbesar dalam dana transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah DAU.
Dampak dari adanya pemekaran daerah terhadap alokasi DAU dan akhirnya membebani APBN sebenarnya lebih bersifat tidak langsung. Hal ini dikarenakan DAU yang dialokasikan didasarkan pada perhitungan daerah induk dan baru kemudian dibagikan berdasarkan proporsi tertentu antara daerah induk dan daerah pemekaran. Tentunya sebagai daerah baru, penerimaan DAU tersebut lebih diarahkan pada pembangunan prasarana pemerintah  seperti kantor pemerintahan, rumah dinas, serta pengeluaran lain yang berkaitan dengan belanja pegawai. Pengeluaran yang berkaitan dengan aparatur pemerintahan ini jelas memiliki pengaruh yang sedikit kepada masyarakat sekitar. Penyediaan barang publik kepada masyarakat tentunya akan menjadi berkurang dikarenakan pada tahun-tahun awal pemekaran daerah, pembangunan lebih difokuskan pada pembangunan sarana pemerintahan. Karena itu, aliran DAU kepada daerah pemekaran, menjadi opportunity loss terhadap penyediaan infras truktur dan pelayanan publik kepada masyarakat. Jumlah ini tentunya tidaklah sedikit.
Dengan demikian, BPK mempunyai peranan strategis membantu DPR, DPRD, dan DPD dalam mengawasi anggaran belanja pemerintah agar efisien dan efektif sehingga terciptanya  good governance dengan melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan  negara sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Suatu penelitian menyebutkan dampak dari Pemekaran wilayah, salah satunya di Kabupaten Tasikmalaya menjadi Kabupaten Tasikmalaya (daerah induk) dengan kota Tasikmalaya (daerah baru) telah membuktikan bahwa sebelum terjadinya pemekran wilayah terjadi kesenjangan antara wilayah yang ada diperkotaan dengan wilayah yang ada di pedesaan. Kesenjangan tersebut terjadi pada berbagai dimensi kehidupan dan sector perekonomian, antara lain kesenjangan pendapatan, kesenjangan perekonomian, kesenjangan kesehatan, dan kesenjangan sarana dan prasarana umum. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:[28]
a.       Terjadi peningkatan pemerataan pendapatan di Kabupaten Tasikmalaya pasca pemekaran wilayah. Hal ini diduga karena terjadinya pengelompokan masyarakat kedalam dua wilayah, yaitu: kelompok masyarakat dengan rata-rata pendapatan lebih tinggi dikota Tasikmalaya dan kelompok masyarakat dengan rata-rata pendapatan yang lebih rendah dikabupaten Tasikmalaya.
b.      Pemekaran wilayah telah berdampak terhadap peningkatan kontribusi sector pertanian terhadap PDRB.
c.       Rendahnya tingkat pengangguran di Kabupaten Tasikmalaya pasca pemekaran wilayah lebih disebabkan oleh kemampuan sector pertanian, yang sesuai dengan karakteristiknya mampu mengakomodasi pencari kerja. Dengan kata lain, rendahnya tingkat pengangguran terbuka diimbangi oleh tingginya setengah mengganggur (disgessed unemployment) disektor pertanian.
d.      Walaupun nampak terjadi perubahan dalam semua indikator pendidikan, namun prubahan tersebut lebih disebabkan karena penyebaran guru, murid, dan penduduk usia sekolah antar wilayah di Kabupaten Tasikmalaya semula tidak merata, sehingga ketika dilakukan pemekaran wilayah yang terjadi adalah kesenjangan antara Kabupaten dan Kota Tasikmalaya dalam indikato-indikator sector pendidikan tersebut.
e.       Dalam bidang kesehatan, pemekaran wilayahpun cendrung hanya akan mengakibatkan terjadinya kesenjangan dalam layanan kesehatan, karena distribusi sarana, prasarana, dan tenaga kesehatan semula tidak merata, melainkan lebih terkonsentrasi diwilayah perkotaan.
f.       Kebijakan pemekaran wilayah telah berdampak positif terhadap daerah yang wilayahnya sebagian besar pedesaan dalam pembangunan sarana dan prasarana dasar seperti listrik dan jalan.
Selain dari hasil beberapa penelitian diatas, pentingnya pemekaran wilayah juga bisa dilihat di Provinsi NTB, dimana masyarakat yang ada di Kabupaten Sumbawa harus menyebrang pulau jika ingin mencapai ke Kota. Hal tersebut tentunya membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Pemkearan wilayah sebenarnya bertujuan untuk mendekatkan rakyat dengan pemerintah, Dengan kedekatan tersebut kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat bisa lebih meningkat. Dan Berdasarkan analisa diatas, pemekaran wilayah sebenarnya telah mencapai tujuan dasar seperti yang tertuang dalam PP 129 Tahun 2000 yang menyebutkan bahwa pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan Daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban, serta peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Saran
Pemakaran wilayah tidak seharusnya dilihat dari segi negatifnya saja, melainkan juga harus mempertimangkan dari segi positif. Karena seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia merupakan Negara kepulauan, dimana untuk mencapai satu daerah kedaerah lainnya membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Sehingga menurut kami, pemekaran wilayah ini merupakan suatu hal yang sangat baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat demi kemajuan bangsa Indonesia.









DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang
Undang-Undang Dasar 1945
PP Nomor 78 Tahun 2007
Republik Indonesia, PP 129 Tahun 2000
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemrintahan Daerah

Sumber Lain
Direktorat Otonomi Daerah-Bappenas, 2008, Studi Evaluasi Penataan Daerah Otonom Baru Tahun 2008, diakses melalui https://www.academia.edu/4044636/laporan_akhir_analisa?login=&email_was_taken=true, tanggal 23 Maret 2014
Djoko Harmantyo, Desentralisasi Otonomi Perkembangan Daerah dan Pola Perkembangan Wilayah di Indonesia, Diakses melalui http://geografi.ui.ac.id/portal/sivitas-geografi/dosen/makalah-seminar/496-2/, tanggal 20 Maret 2014.
Tri Ratnawati, 2010, Satu Dasa Warsa Pemekaran Daerah Era Reformasi: Kegagalan Otonomi Daerah?, Jurnal Ilmu Politik,  hlm. 122
Dikutip dari Sie Infokum-Ditama Binbangkum, Putra R Alam Surya, 2006, ”Pemekaran Daerah di Indonesia : Kasus di Wilayah Penelitian IRDA, Makalah Seminar Internasional Percik ke-7, Salatiga, Juli 2006. Pratikno, 2007,” Policy Paper : Usulan Perubahan Kebijakan Penataan Daerah (Pemekaran dan Penggabungan Daerah)”,Kajian Akademik Penataan Daerah di Indonesia Kerja sama Dengan DRSP-Depdagri.
Zulkamain Lubis, Pemekaran untuk Kesejahteraan : Antara Solusi dan Imajinasi, diakses melalui http://tabloidrakyatmadani.wordpress.com/pemekaran-untuk-kesejahteraan-antara-solusi-dan-imajinasi/, tanggal 23 Maret 2014
Sie Infokum-Ditama Binbangkum, diakses melalui http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2011/03/Pemekaran-Wilayah.pdf, tanggal 20 Maret 2014


[1] Republik Indonesia, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemrintahan Daerah, Bab I, Pasal 1 ayat 5 dan Pasal 2 ayat 1.
[2] Djoko Harmantyo, Desentralisasi Otonomi Perkembangan Daerah dan Pola Perkembangan Wilayah di Indonesia, Diakses melalui http://geografi.ui.ac.id/portal/sivitas-geografi/dosen/makalah-seminar/496-2/, tanggal 20 Maret 2014.
[3] Djoko Hermantyo, op cit.
[4] Republik Indonesia, PP 129 Tahun 2000
[5] Republik Indonesia, PP Nomor 78 Tahun 2007, pasal 1 ayat 10
[7] Tri Ratnawati, 2010, Satu Dasa Warsa Pemekaran Daerah Era Reformasi: Kegagalan Otonomi Daerah?, Jurnal Ilmu Politik,  hlm. 122
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Ibid.
[13] Ibid
[14] Ibid.
[15] Dikutip dari Sie Infokum-Ditama Binbangkum, Putra R Alam Surya, 2006, ”Pemekaran Daerah di Indonesia : Kasus di Wilayah Penelitian IRDA, Makalah Seminar Internasional Percik ke-7, Salatiga, Juli 2006. Pratikno, 2007,” Policy Paper : Usulan Perubahan Kebijakan Penataan Daerah (Pemekaran dan Penggabungan Daerah)”,Kajian Akademik Penataan Daerah di Indonesia Kerja sama Dengan DRSP-Depdagri.
[16] Zulkamain Lubis, Pemekaran untuk Kesejahteraan : Antara dan Imajinasi, diakses melalui http://tabloidrakyatmadani.wordpress.com/pemekaran-untuk-kesejahteraan-antara-solusi-dan-imajinasi/, tanggal 23 Maret 2014
[17] Ibid.
[18] Sie Infokum-Ditama Binbangkum, diakses melalui http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2011/03/Pemekaran-Wilayah.pdf, tanggal 20 Maret 2014
[19] Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Bab VI, Pasal 18B ayat 1
[20] Republik Indonesia, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemrintahan Daerah, Bab II, Pasal 4 ayat 2
[21] Rizky Argama, 2005, Pemberlakuan Otonomi Daerah dan Fenomena Pemekaran Wilayah di Indonesia, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta
[22] Ibid.
[23] Ibid
[24] Tri Ratnawati, op cit., hal 143
[25] Rizky Agama, op cit.
[26] Tri Ratnawati, op cit., hal 140
[27] Ibid.
[28] Direktorat Otonomi Daerah-Bappenas, 2008, Studi Evaluasi Penataan Daerah Otonom Baru Tahun 2008, diakses melalui https://www.academia.edu/4044636/laporan_akhir_analisa?login=&email_was_taken=true, tanggal 23 Maret 2014