BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
study mahasiswa IP umy Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai
pemerintahan daerah untuk menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya. Otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sebagai
Negara kepulauan, perkembangan
wilayah di Indonesia biasanya merupakan wujud dari keinginan masyarakat di
suatu daerah untuk tumbuh dan berkembang dari segi ekonomi, politik, sosial,
budaya dan keamanan dalam dimensi geografis.
Di Indonesia, pola perkembangan
wilayah sebelum tahun 1998 mengalami perubahan sejak bergulirnya era reformasi
setelah tahun 1998. Fenomena tersebut merupakan konsekuensi dari perubahan
kebijakan sentralisasi menjadi desentralisasi (otonomi daerah). Kebijakan
tersebut tertuang dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang
kemudian diganti dengan UU No. 32 tahun 2004. Dalam rangka implementasi
kebijakan tersebut maka dikeluarkan PP No. 129 tahun 2000 tentang persyaratan
dan tata cara pembentukan daerah otonom baru, penghapusan dan penggabungan
daerah otonom. Peraturan Pemerintah tersebut kemudian diganti dengan PP No. 78
tahun 2007.
Kebijakan otonomi daerah ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam naungan wilayah NKRI yang
semakin kokoh melalui strategi pelayanan kepada masyarakat yang semakin efektif
dan efisien dan adanya akselerasi pertumbuhan dan perkembangan potensi daerah
yang semakin cepat. Dalam bahasa yang sederhana yaitu untuk mewujudkan
pembangunan yang lebih adil dan lebih merata. Masing masing daerah otonom
didorong dan dipacu untuk tumbuh dan berkembang secara mandiri sesuai
kewenangan yang diberikan untuk mengelola potensi daerahnya masing masing.
Dengan demikian diharapkan bangsa Indonesia di masa datang akan lebih mampu
bersaing dengan bangsa bangsa lain di dunia dalam persaingan global yang
semakin ketat.
Otonomi
daerah juga bertujuan untuk mendekatkan rakyat dengan pemerintah. Kedekatan
pemerintah dengan rakyat tersebut kemudian diharapkan dapat menjadi dampak
positif terhadap meningkatnya pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang
selama ini terabaikan karena sentralisasi kekuasaan, dimana pada masa sebelum
tahun 1998, kekuasaan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia sangat
sentralistiik dan semua daerah di Republik ini menjadi perpanjangan tangan dari
kekuasaan yang ada di Jakarta (pemerintah pusat). Daerah yang
kaya akan sumber
daya alam, ditarik
keuntungan produksinya dan
dibagi-bagi di antara
elite Jakarta, alih-alih diinvestasikan untuk
pembangunan daerah.
Akibatnya, pembangunan antara di daerah
dengan di Jakarta menjadi timpang.
Pada masa
awal reformasi, selain
adanya keinginan provinsi memisahkan diri dari Republik, banyak juga bermunculan
aspirasi dari berbagai daerah yang
menginginkan dilakukannya pemekaran
provinsi atau kabupaten. Ketersediaan
peluang regulasi bagi pemekaran daerah
otonom atau pembentukan daerah otonom baru, sebenarnya bukanlah hal yang baru
dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia. Sejak sistem pemerintahan
sentralist pada masa Orde Baru, pemerintah juga telah banyak melakukan
pembentukan daerah otonom baru. Kecamatan-kecamatan yang semakin kuat karakter
urbannya kemudian dijadikan Kota Administratif, sebuah unit pemerintahan
wilayah dekonsentratif (field
administration). Selanjutnya bila karakter tersebut telah semakin menguat,
daerah tersebut dijadikan Kota Madya yang setingkat dengan Pemerintahan
Kabupaten. Di luar itu juga dimungkinkan pembentukan pemerintah kabupaten
ataupun provinsi baru.
Pemekaran
daerah diberi peluang oleh pemerintahan Orde Baru dan pasca Orde Baru.
Perbedaannya terletak pada proses pengusulan pemekaran. Di masa Orde Baru pemerintah pusat mempunyai peran yang
besar untuk menyiapkan pembentukan daerah otonom (dari ibukota Kecamatan,
menjadi Kota Administratif lalu Kotamadya) dan menginisiasi pembentukannya. Di
masa pasca Orde Baru, regulasi yang ada menekankan pada usulan daerah untuk
memekarkan diri dalam rangka membentuk
daerah otonom baru. Namun pun demikian, regulasi yang ada berusaha untuk
menyaring usulan pemekaran dengan mempertimbangkan kapasitas daerah yang akan
dibentuk. Selain itu, bukan hanya pemekaran yang dimungkinkan. Tetapi penggabungan beberapa
daerah menjadi satu daerah otonompun diberi peluang.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembentukan
daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Pembentukan daerah dapat berupa pemekaran
dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih, atau penggabungan bagian daerah
yang bersandingan, atau penggabungan beberapa daerah.
Untuk
pertama kalinya dalam sejarah setengah abad lebih usia negara ini, tahun 2000
lahir sebuah provinsi
baru bernama Banten.
Dahulu, wilayah Banten adalah
bagian dari Provinsi
Jawa Barat. Melalui
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2000 tentang Pembentukan
Provinsi Banten (UU Nomor
23 Tahun 2000),
pemerintah mengesahkan adanya
provinsi baru itu pada
17 Oktober 2000.
Selanjutnya, diikuti pula
munculnya Provinsi Bangka Belitung
dari Sumatera Selatan
sebagai provinsi induknya, Provinsi
Gorontalo (dari Sulawesi
Utara), dan Kepulauan Riau (dari
Riau) melalui undang-undang
yang dibentuk pada
tahun yang sama. Kemudian,
pada tahun-tahun berikutnya,
pemekaran provinsi terjadi di Maluku dan Papua.
Pada tahun 2011 secara administratif
wilayah Indonesia terbagi dalam 33 provinsi, 398 kabupaten dan 93 kota.
Berdasarkan luasnya, wilayah provinsi paling kecil adalah provinsi Bali dan DI
Yogyakarta, sedangkan yang paling luas adalah provinsi provinsi di Kalimantan
kecuali Kalimantan Selatan dan Papua.
Menurut PP 129 Tahun 2000 menyebutkan bahwa
pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan Daerah bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui: peningkatan pelayanan kepada
masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan
pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah,
peningkatan keamanan dan ketertiban, serta peningkatan hubungan yang serasi
antara pusat dan daerah.
Seiring dengan hiruk-pikuknya pemekaran wilayah saat
ini, maka penulis menyusun makalah ini dengan tujuan utnuk melihat pemekaran
wilayah dari sisi positifnya, bukan hanya melihat dari sisi negative.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
yang dimaksud dengan pemekaran wilayah?
2. Apa
saja faktor penyebab perlunya pemekara wilayah?
3. Bagimana
Hukum mengatur tentang Pemekaran Wilayah?
4. Apa
saja tujuan dan implikasi dari pemekaran wilayah di Indonesia?
BAB
II
KERANGKA DASAR TEORI
A.
Pengertian
Pemekaran Wilayah
Menurut pasal 1 Angka
10 PP No. 78/07, pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota
menjadi dua daerah atau lebih.
Pemakaran
wilayah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004, merupakan
proses pemisahan dan atau pembagian satu daerah menjadi dua daerah atau lebih dengan
memenuhi empat syarat, yaitu administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
Pemekaran
daerah menurut Gabrielle Ferrazzi
dapat dilihat sebagai bagian dari proses penataan daerah atau territorial
reform atau administrative reform, yaitu “management
of the size, shape and hierarchy of local government units for the purpose of
achieving political and administrative goals”. Penataan daerah umumnya
mencakup pemekaran, penggabungan, dan
penghapusan daerah. Ferrazzi berpendapat bahwa grand strategy otonomi daerah
yang optimal tidak berhenti pada menentukan
berapa jumlah daerah otonom yang ideal di suatu negara, namun lebih dari
itu, harus mampu menjawab pertanyaan apa sebenarnya hakekat otonomi daerah di
negara bersangkutan. Baru setelah itu mencari
‘jawaban’ untuk tujuan apa sebenarnya pemekar-an daerah (dalam konteks
territorial reform) tersebut.
Dari
sudut pandang desentralisasi, pemekaran daerah merupakan pelaksanaan azas
desentralisasi, tepatnya desentralisasi teritorial.
Desentralisasi teritorial menurut salah satu pendapat merupakan “wewenang yang
diberikan oleh pemerintah kepada suatu badan umum seperti suatu persekutuan
yang berpemerintahan sendiri, untuk membina keseluruhan kepentingan yang saling
berkaitan dari golongan-golongan penduduk dalam suatu wilayah tertentu”.
Selain
desentralisasi teritorial, juga dikenal desentralisasi fungsional dan
desentralisasi administratif. Desentralisasi fungsional adalah
“pelimpahan sebagian fungsi pemerintahan kepada organ atau badan asli yang
khusus dibentuk untuk itu”. Desentralisasi administratif merupakan
“pelimpahan wewenang yang semula dipusatkan pada penguasa di pusat, kepada
pejabat-pejabat bawahannya”. Desentralisasi administratif atau dekonsentrasi
dapat dianggap sebagai modifikasi atau “penghalusan” dari sentralisasi”. Selanjutnya
dikenal pula apa yang disebut desentralisasi kebudayaan, yaitu pemberian hak kepada
golongan-golongan dalam masyarakat untuk menyelenggarakan kebudayaan sendiri.
Penggolongan
desentralisasi bermacam-macam. Misalnya saja James Manor
membagi desentralisasi menjadi 3 (tiga), yaitu dekonsentrasi atau desentralisasi
administrasi, desentralisasi fiskal, dan devolusi (desentralisasi demokratik, desentralisasi politik),
yaitu: tranfer kekuasaan dari pusat ke daerah.
Kathleen
O’Neill
memperkenalkan konsep desentralisasi efektif (effective decentralization),
yaitu desentralisasi politik dan desentralisasi
fiskal secara bersama-sama dalam arti pelimpahan kekuasaan politik dan fiskal
ke pemerintahan bawahan. Pemekaran
daerah atau pembentukan daerah-daerah baru termasuk desentralisasi berbasis
teritori atau kewilayahan, atau termasuk dalam konsep devolusi atau desentralisasi
demokratik atau desentralisasi politik.
Mark
Turner dan David Hulme menjelaskan secara sederhana kategorisasi
atau bentuk-bentuk desentralisasi, seperti dapat dilihat dalam tabael:
Nature
of Delegation
|
Basis
for delegation:
Territorial
|
Basis
for delegation
|
Within formal political
Structures
|
Devolution (political
decentralization, local
government, democratic
decentralization)
|
Interest group Representation
|
Within public administrative or parastatal
structures
|
Deconcentration (administrative decentralization,
field
administration)
|
Establishment of parastatals and
quangos.
|
From state sector to private sector
|
Privatization or devolved
functions (deregulation,
contracting out)
|
Privatization of national functions
(divestiture,
deregulation, economic
liberalization)
|
Pemekaran daerah atau pembentukan
daerah-daerah baru termasuk desentralisasi berbasis teritori atau kewilayahan,
atau termasuk dalam konsep devolusi atau desen-tralisasi demokratik atau
desentralisasipolitik.
Untuk
melihat kelayakan otonomi daerah dan pemekaran daerah, beberapa kriteria di
Negara negara lain dapat dipergunakan untuk menjadi bahan masukan bagi
Indonesia.
No.
|
Estonia
|
Denmark
|
Latvia
|
Afrika
Selatan
|
1.
|
Jumlah
pelayanan yang harus disediakan
|
Satu
kota, satu
Municipality
|
Pembangunan
jangka panjang dari teritori
pemda.
|
Pemerintah
yang
demokratis
dan
bertanggung jawab
|
2.
|
Teritori yang seragam
|
Municipality
harus punya ekonomi yg berkesinambungan
|
Basis
pendapatan
keuangan
|
Pelayanan
yang adil
bagi masyarakat
|
3.
|
Cukup
besar utk.dapat
menyediakan
semua
pelayanan
|
Municipality
harus mempunyai ukuran yang cukup utk. Dapat menyediakan pelayanan-pelayanan
dasar secata rasional dan berkualitas.
|
Infrastruktur
yang
cukup utk dapat men-jalankan fungsi
pemda
|
Peningkatan
pembangunan
sosial
dan ekonomi
|
4.
|
Memiliki
lebih dari
2.000 penduduk
|
Jika
dimungkinkan
municipality
hrs. me-miliki basis industri
dan
perdagangan bagi
pembangunan
masa
depan.
|
Jumlah penduduk
|
Peningkatan
lingkungan
hidup
yang sehat
|
5.
|
Infrastruktur
dan
Transport
|
Jika
dimungkinkan municipality harus memiliki teritori
geografis
yang jelas dg pusat municipality
yang jelas
|
Kesatuan
ekonomi,
geografis
dan sejarah
dari daerah
|
Kemampuan
menjalankan
pembangunan
yang
terintegrasi
|
6.
|
Situasi
ekonomi yang
cukup
baik dan
berbasis pajak
|
Jika
dimungkinkan ,
municipality
yg. ada
pd
saat ini tidak boleh
dipecah
selama
pembentukan muni-cipality yang baru.
|
Akses
terhadap
pelayanan
|
Basis
pajak yang
Cukup
|
7.
|
Kesatuan
sejarah dan
Budaya
|
|
Syarat-syarat
lain yang
diajukan
oleh dewan
regiona
|
|
8.
|
Satu
kota-satu muni-cipality
|
|
|
|
9.
|
Kondisi
geografis
|
|
|
|
10.
|
Situasi
demografis
|
|
|
|
11.
|
Pusat
municipality
yang
jelas
|
|
|
|
B.
Faktor
Penyebab Pemekaran Wilayah
Beberapa alasan kenapa pemekaran wilayah dapat
dianggap sebagai salah satu pendekatan dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
pemerintah daerah dan peningkatan publik, yaitu :
a.
Keinginan untuk
menyediakan pelayanan publik yang lebih baik dalam wilayah kewenangan yang
terbatas/terukur. Pendekatan pelayanan melalui pemerintahan daerah yang baru diasumsikan
akan lebih dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan
pelayanan melalui pemerintahan daerah induk dengan cakupan wilayah pelayanan
yang lebih luas. Melalui proses perencanaan pembangunan daerah pada skala yang
lebih terbatas, maka pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih
tersedia.
b.
Mempercepat
pertumbuhan ekonomi penduduk setempat melalui perbaikan kerangka pengembangan
ekonomi daerah berbasiskan potensi local. Dengan dikembangkannya daerah baru
yang otonom, maka akan memberikan peluang untuk menggali berbagai potensi
ekonomi daerah baru yang selama ini tidak tergali.
c.
Penyerapan
tenaga kerja secara lebih luas di sektor pemerintah dan bagi-bagi kekuasaan di
bidang politik dan pemerintahan. Kenyataan politik seperti ini juga mendapat
dukungan yang besar dari masyarakat sipil dan dunia usaha, karena berbagai
peluang ekonomi baru baik secara formal maupun informal menjadi lebih tersedia sebagai
dampak ikutan pemekaran wilayah.
Dalam
wacana publik dan kajian akademis diuraikan dorongan pemekaran selama ini lebih
banyak muncul dari tuntutan daerah. Beberapa alasan utama daerah mengajukan pemekaran
antara lain adalah :
1. Kebutuhan
untuk pemerataan ekonomi daerah. Menurut data IRDA, kebutuhan untuk pemerataan
ekonomi menjadi alasan paling populer digunakan untuk memekarkan sebuah daerah.
2. Kondisi
geografis yang terlalu luas. Banyak kasus di Indonesia, proses delivery pelayanan
publik tidak pernah terlaksana dengan
optimal karena infrastruktur yang tidak memadai. Akibatnya luas wilayah yang sangat luas membuat pengelolaan
pemerintahan dan pelayanan publik tidak efektif.
3. Perbedaan
Basis Identitas. Alasan perb edaan identitas (etnis, asal muasal keturunan)
juga muncul menjadi salah satu alasan pemekaran. Tuntutan pemekaran muncul
karena biasanya masy arakat yang berdomisili di daerah pemekaran merasa sebagai
komunitas buda ya tersendiri yang berbeda dengan komunitas budaya daerah induk.
4. Kegagalan
pengelolaan konflik komunal. Kekacauan politik yang tidak bisa diselesaikan
seringkali menimbulkan tuntutan adanya pemisahan daerah.
5. Adanya
insentif fiskal yang dijamin oleh Undang-Undang bagi daerah-daerah baru hasil
pemekaran melalui Dana Alokasi Umum (DAU), bagi hasil Sumber Daya Alam, dan
Pendapatan Asli Daerah.
C.
Tujuan
dan Implikasi Pemekaran Wilayah
Menurut Zulkamain Lubis, ada
umumnya pemekaran daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan melalui :
a.
Peningkatan pelayanan
kepada masyarakat
b.
Percepatan
pertumbuhan kehidupan masyarakat
c.
Percepatan
pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah
d.
Percepatan
pengelolan potensi daerah
e.
Peningkatan
keamanan dan keterlibatan
f.
Peningkatan
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Alasan normatif dari usulan
pemekaran yang diajukan melalui surat resmi ke DPR dan DPD, tidak berbeda jauh
dengan tujuan pemekaran sebagaimana diuraikan diatas, yaitu :
a.
Aspirasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah lebih mudah tersalur. Dengan
adanya pemekaran wilayah, maka cakupan pemerintahan baru menjadi lebih dekat
dengan masyarakatnya, sehingga pelayanan semakin dekat, yang pada gilirannya
aspirasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah daerah akan lebih mudah
tersalurkan.
b.
Pemerataan
belanja pemerintah daerah
Pemekaran
wilayah akan menjadikan suatu pemerintahan daerah menjadi terbagi dua, sehingga
beberapa daerah akan terbagi ke dalam dua pemerintahan. Alokasi anggaran
pemerintahanpun tentunya akan terbagi ke dalam dua pemerintahan tersebut. Maka
diharapkan pemerataan belanja daerah dapat lebih baik, sehingga masyarakat yang
dinaungi oleh pemerintah darah induk dan pemerintah daerah hasil pemekaran
menjadi lebih sejahtera, karena alokasi anggaran telah merata.
c.
Peningkatan
pengelolaan pelayanan pemerintahan dan pembangunan daerah
Salah
satu tujuan utama dari pemekaran wilayah adalah mendekatkan pemerintahan kepada
masyarakat, sehingga diharapkan pengelolaan pemerintahan dapat berjalan lebih
efektif dan efisien, pelayanan kepada masyarakat lebih baik dan pembangunan
daerah dapat berjalan lancar.
d.
Belanja rutin
dan pembangunan makin merata
Pemekaran
wilayah akan berdampak langsung pada pemisahan pemerintahan daerah induk dan
pemerintahan daerah hasil pemekaran. Dengan kondisi ini, diharapkan terjadi
pemerataan antara belanja rutin dan pembangunan yang dilakukan oleh kedua
pemerintahan daerah, sehingga pada gilirannya distribusi anggaran lebih adil
antara satu daerah dengan daerah lain.
Secara
umum, beberapa implikasi pemekaran daerah antara lain adalah :
1. Implikasi
di bidang Politik Pemerintahan
Dari sisi politis,
pemekaran wilayah dapat menumbuhkan perasaan homogen daerah pemekaran baru yang
akan memperkuat civil society agar lebih aktif dalam kehidupan politik.
2. Implikasi
di bidang Sosio Kultural
Dari dimensi sosial,
kultural, bisa dikatakan bahwa pemekaran daerah mempunyai beberapa implikasi
positif, seperti pengakuan sosial, politik dan kultural terhadap masyarakat
daerah. Melalui kebijakan pemekaran,
sebuah entitas masyarakat yang mempunyai sejarah kohesivitas dan kebesaran yang
panjang, kemudian memperoleh pengakua n setelah dimekarkan sebagai daerah
otonom baru.
3. Implikasi
Pada Pelayanan Publik
Dari dimensi pelayanan
publik, pemekaran daerah memperpendek jarak geografis antara pemukiman
penduduk dengan sentra pelayanan,
terutama ibukota pemerintahan daerah. Pemekaran juga mempersempit rentang
kendali antara pemerintah daerah dengan unit pemerintahan di bawahnya.
4. Implikasi
Bagi Pembangunan Ekonomi
Pemekaran dianggap
sebagai cara untuk meningkatkan pembangunan di daerah miskin, khususnya dalam
kasus pembentukan kabupaten baru. Adanya pemekaran dinilai akan memberi
kesempatan kepada daerah miskin untuk memperoleh lebih banyak subsidi dari pemerintah
pusat (khususnya melalui skema DAU dan beberapa DAK), hal ini akan mendorong
peningkatan pendapatan per kapita di daerah tersebut.
5. Implikasi
Pada Pertahanan, Keamanan dan Integrasi Nasional
Pembentukan daerah
otonom baru, bagi beberapa masyarakat pedalaman dan masyarakat di wilayah
perbatasan dengan negara lain, merupakan isu politik nasional yang penting.
D.
Dasar
Hukum Pemekaran Wilayah
Undang-undang
Dasar 1945 tidak mengatur perihal pembentukan
daerah atau pemekaran suatu wilayah
secara khusus, namun disebutkan
dalam Pasal 18B ayat 1 bahwa:
“Negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”.
Selanjutnya,
pada ayat 2 pasal yang sama tercantum kalimat sebagai berikut:
“Negara mengakui
dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur
dalam undang-undang.”
Secara
lebih khusus, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur ketentuan
mengenai pembentukan daerah dalam Bab II
tentang Pembentukan Daerah dan
Kawasan Khusus. Dapat
dianalogikan, masalah pemekaran wilayah
juga termasuk dalam ruang
lingkup pembentukan daerah. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
menentukan bahwa pembentukan suatu
daerah harus ditetapkan
dengan undang-undang
tersendiri. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal
4 ayat 1.
Kemudian, ayat 2 pasal yang sama menyebutkan sebagai berikut:
“Undang-undang pembentukan
daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 antara
lain mencakup nama,
cakupan wailayah, batas, ibukota,
kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan
penjabat kepala daerah,
pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan
kepegawaian, pendanaan,
peralatan, dokumen, serta perangkat daerah.”
Legalisasi pemekaran
wilayah dicantumkan dalam
pasal yang sama pada
ayat berikutnya ayat 3 yang menyatakan
bahwa : “Pembentukan daerah dapat
berupa penggabungan beberapa
daerah atau bagian daerah
yang bersandingan atau
pemekaran dari satu daerah
menjadi dua daerah
atau lebih.”
Dan
ayat 4 menyebutkan :
“Pemekaran dari satu daerah menjadi
2 (dua) daerah
atau lebih sebagaimana dimaksud
pada ayat 3 dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia
penyelenggaraan pemerintahan.”
Namun demikian,
pembentukan daerah hanya
dapat dilakukan apabila telah
memenuhi syarat administratif, teknis,
dan fisik kewilayahan. Bagi
provinsi, syarat administratif
yang wajib dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD
kabupaten/kota dan bupati/walikota yang
akan menjadi cakupan
wilayah provinsi bersangkutan, persetujuan DPRD
provinsi induk dan
gubernur, serta rekomendasi dari Menteri
Dalam Negeri. Sedangkan
untuk kabupaten/kota, syarat administratif yang
juga harus dipenuhi
meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan
bupati/walikota
bersangkutan, persetujuan
DPRD provinsi dan
gubernur, serta rekomendasi
dari Menteri Dalam Negeri.
Selanjutnya,
syarat teknis dari pembentukan daerah baru harus meliputi faktor yang menjadi
dasar pembentukan daerah
yang mencakup faktor-faktor di bawah ini :
a. Kemampuan
ekonomi
b. Potensi
daerah
c. Sosial
budaya
d. Sosial
politik
e. Kependudukan
f. Luas
daerah
g. Pertahanan
h. Keamanan
i. Faktor lain
yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
Terakhir,
syarat fisik yang dimasud harus meliputi paling sedikit lima kabupaten/kota untuk
pembentukan provinsi dan
paling sedikit lima kecamatan
untuk pembentukan kabupaten, dan empat kecamatan untuk pembentukan
kota, lokasi calon
ibukota, sarana, dan
prasarana pemerintahan.
BAB
III
ANALISIS
Pembangunan pada
dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat disuatu wilayah.
Demikian pula dengan Indonesia, ketika terjadi perubahan social-politik yang
besar pada tahun 1997/1998 maka desentralisasi dan otonomi daerah menjadi
alternative jalan keluarnya. Hal ini ditegaskan melalui pemberlakuan
Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian
dirubah menjadi Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Undang-undang ini merupakan
salah satu tonggak rofermasi pemerintahan di Indonesia.
Salah satunya adalah
dengan dimungkinkannya pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan
daerah baik ditingkat Provinsi maupun ditingkakat Kabupaten-Kota. Alassan dasar
pemekaran daerah, seperti yang telah dijelaskan diatas antara lain, menciptakan
kemandirian dan mempercepat pembangunan daerah serta sebagai sarana pendidikan
politik ditingkat local dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Booming” pemekaran
daerah era reformasi erat kaitannya
dengan dua faktor utama yaitu: keterbukaan dan demokrasi pasca Soeharto, dan Kebijakan
pemerintah yang bergeser ari sentralisasi ke desentralisasi. Pemekaran daerah
era reformasi bersifat bottom-up,
dimulai dari aspirasi elit-elit daerah atau kelompok-kelom-pok masyarakat.
Beberapa latarbelakang
pemekaran yang cukup relevan dan sering muncul yaitu untuk mengatasi rentang
kendali antara pemerintah dan masyarakat, khususnya pada daerah-daerah yang
belum terjangkau oleh fasilitas pemerintahan, baik administrasi maupun
pembangunan. Pemekaran wilayah juga memberikan kesempatan kepada daerah untuk
mengoptimalkan pemerataan pembangunan. Pembangunan yang terjadi selama ini
cenderung terpusat pada daerah pusat pemerintah dan ekonomi yang notabene
berada di Ibukota Daerah.
Salah satu aspek yang paling
penting dari pelaksaan otonomi daerah saat ini adalah terkait dengan pemekaran
wilayah, baik itu daerah Provinsi, Kabupaten maupun Kota. Terkait dengan itu
dampak positif dan negative dari pemekaran wilayah terus menjadi bahan
perdebatan.
Dampak positif dari
pemekaran wilayah, salah satunya telah membuka keterisolasian daerah-daerah
terpencil dengan dibangunnya jalan-jalan dan jembatan-jembatan. Faktor ini
sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi daerah dan daya tarik bagi investor untuk menanamkan modal ke daerah-daerah
pemekaran. Di samping itu, pemekaran daerah juga telah membuka lapangan kerja
baru bagi calon-calon PNS, pejabat dan politisi di tingkat local, memberikan
pelayanan pendidikan dan kesehatan minimal kepada warga masyarakat setempat. Dari
sisi integrasi nasional, pemekaran daerah dan otonomi daerah saat ini mampu
menjadi ’pilihan kebijakan’ jangka
pendek untuk mengatasi kegagalan Orde Baru di masa lalu dalam menciptakan
pemerataan keadilan dan pembangunan
Jawa-Luar Jawa.
Berdasarkan penjelasan
diatas, pemekaran wilayah sebenarnya telah mencapai tujuan dasar seperti yang
tertuang dalam PP 129 Tahun 2000 yang menyebutkan bahwa pembentukan, pemekaran,
penghapusan dan penggabungan Daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan
pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan
perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan
keamanan dan ketertiban, serta peningkatan hubungan yang serasi antara pusat
dan daerah.
Dari
sebuah penelitian juga diketahui
bahwa sebanyak 80,1% di Kota
Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok,
dan Kabupaten Karawang setuju terbentuknya provinsi baru
yang terpisah dari
Jawa Barat. Data
ini diperoleh dari hasil
jajak pendapat yang
dilakukan Lembaga Pemberdayaan
dan Pengembangan Publik Daerah
(LP3D) pada 14
Januari sampai 24 Februari 2005. Dalam jajak pendapat
tersebut, seribu responden dipilih secara acak untuk diminta menjawab sepuluh
pertanyaan. Dari sepuluh pertanyaan yang diajukan kepada responden, tiga di antaranya
adalah sebagai berikut:
a. Apakah pembentukan
provinsi baru akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat?
b. Apakah pembentukan
provinsi baru akan
meningkatkan efektivitas koordinasi pemerintahan?
c. Apakah pembentukan
provinsi baru akan
meningkatkan potensi
pertambangan dalam peningkatan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)?
Berdasarkan hasil
penelitian itu, pembentukan
provinsi baru di wilayah
tersebut dinilai sangat
realistis dan sesuai
dengan payung hukum berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 yang memberikan syarat pembentukan
provinsi berdasarkan syarat administrasi, teknis, dan fisik
kewilayahan.
Dengan demikian, pemekaran wilayah
sebenarnya telah mendapat persetujuan dan dukungan dari masyarakat. Dan bukan
semata untuk kepentingan para elite politik.
Selain itu, dengan adanya pemekaran
wilayah, keterisolasian daerah-daerah di luar Jawa sedikit banyak terpecahkan
dengan adanya pemekaran wilayah melalui dibangunnya jalan-jalan dan
jembatan-jembatan, serta mendekatkan kantor pemerintah daerah dengan masyarakat
sehingga pelayanan administrasi dan pelayanan publik menjadi lebih baik. Contoh
dari beberapa daerah tersebut antara lain :
1.
Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten
Pelalawan Riau yang berdiri pada tahun 1999, misalnya, banyak
menarik kaum investor. Selain
karena faktor melimpahnya SDA, kedua daerah tersebut telah membangun
sistem pelayanan satu atap.
2.
Kabupaten Tanah Bumbu di Kalimantan
Selatan yang baru tujuh tahun berdiri
dan merupakan salah satu daerah pemekaran yang cukup berhasil di
Indonesia, juga cukup pesat pembangunan infrastrukturnya hingga ke pelosok pedesaan. Salah satu best practice dari daerah yang kaya dengan tambang batubara
ini adalah kebijakan pemerintah kabupaten yang memberikan subsidi pembangunan
desa Rp.250.000.000,- per tahun untuk
pemberdayaan masyarakat pedesaan.
3.
Daerah Kabupaten Landak di Kalimantan
Barat juga merupakan kabupaten pemekaran yang berdiri pada tahun 1999 lepas
dari Kabupaten Pontianak sebagai induknya yang berhasil membuka keterisolasian
daerah yang mayoritas bersuku Dayak ini dengan membangun jalan-jalan raya
beraspal. Dalam kasus Kabupaten Way Kanan (Lampung) yang berdiri pada tahun
1999, karena potensi perkebunan yang cukup baik, daerah ’miskin’/’tertinggal’
ini cukup berhasil meng-undang sejumlah investor untuk
me-nanamkan modalnya.
4.
Sedangkan Kota Metro (Lampung) yang kecil
daerahnya cukup berhasil dalam mengembangkan sektor jasa seperti
pendidikan dan perdagangan. Kota Metro
merupakan daerah peme-karan yang berdiri pada tahun 1999.
Selain beberapa hal diatas, yang
terpenting dari pelaksaan otonomi daerah juga terkait dengan ketentuan PP No 78
Tahun 2007 dengan terpenuhinya sayrat teknis yaitu: kemampuan ekonomi, potensi
daerah, social budaya, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan keamanan,
pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang
kendali pelaksaan pemerintah daerah.
Terkait dengan hal tersebut, dibawah ini
ada beberapa perbandingan terkait permasalahan umum keadaan daerah sebelum dan
sesudah pemekaran.
Pemetaan Permasalahan
Umum (Politik, Ekonomi, dan Sosial Budaya) di Daerah-daerah Pemekaran Era
Reformasi
Bidang
|
Pemekaran Wilayah
|
Setelah Pemekaran
|
Politik
|
1. Sentralisasi
kekuasaan oleh pemerintah pusat
2. Konstitusi
dan regulasi yang lonngar
3. Dukungan
politisi-politisi di
4. DPR/DPD
dengan mengatasnamakan aspirasi rakyat dan demokrasi
5. Presiden,
Depdagri dan DPOD yang lemah.
6. ’Gap’
pembangunan Jawa-Luar Jawa.
7. Marginalisasi
kelompok/suku/agama tertentu
8. Gerrymandering
(pembelahan daerah berdasar partai)
9. Hasrat
elit lokal untuk pemberdayaan daerah pasca Soeharto.
|
1.
Terserapnya putra daerah sebagai
tenaga kerja/pegawai pemerintah daerah sehingga memberikan cukup kepuasan
pada psikologi lokal.
2.
Adanya kebanggaan lokal bahwa
putra-putri daerah dapat memerintah dan membangun daerahnya sendiri.
3.
Adanya rasa relatif
kebebasan dari Pusat
|
Ekonomi
|
1. Kemiskinan,
ketertinggalan pembangunan
2. Jarak
yang jauh dari ibukota provinsi/ kabupaten/kota
3. Hasrat mendapat DAU
4. Rent-seeking
motives
|
1. Munculnya
kegiatan-kegiatan ekonomi/pusat-pusat ekonomi baru
2. Kemajuan
pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, gedung-gedung pemerintah,
sekolah-sekolah, puskesmas, dll.)
3. Mendekatkan
jarak ibukota daerah dengan masyarakat, efisiensi pengurusan administrasi.
|
Sosial
Budaya
|
1. Identitas
lokal, adat-isiadat daerah bekas kerajaan
2. Bahasa
lokal
3. Perbedaan
asal-usul (pantai-gunung, kepulauan-daratan).
|
1. Adanya
rasa bebas masyarakat dalam mengembangkan adat-istiadat/budaya setempat
2. Terjadinya
revitalisasi peran elit-elit
tradisional di masyarakat dan pemerintahan lokal.
|
Sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu motivasi untuk membentuk daerah
baru tidak terlepas dari adanya jaminan dana transfer dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah. Dalam era desentralisasi ini, bentuk dana transfer
ini dikenal sebagai dana pe rimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), serta
Dana Bagi Hasil (DBH) baik bagi hasil pajak maupun bagi hasil sumber daya alam.
Komponen terbesar dalam dana transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
adalah DAU.
Dampak
dari adanya pemekaran daerah terhadap alokasi DAU dan akhirnya membebani APBN
sebenarnya lebih bersifat tidak langsung. Hal ini dikarenakan DAU yang
dialokasikan didasarkan pada perhitungan daerah induk dan baru kemudian
dibagikan berdasarkan proporsi tertentu antara daerah induk dan daerah
pemekaran. Tentunya sebagai daerah baru, penerimaan DAU tersebut lebih
diarahkan pada pembangunan prasarana pemerintah
seperti kantor pemerintahan, rumah dinas, serta pengeluaran lain yang
berkaitan dengan belanja pegawai. Pengeluaran yang berkaitan dengan aparatur
pemerintahan ini jelas memiliki pengaruh yang sedikit kepada masyarakat sekitar.
Penyediaan barang publik kepada masyarakat tentunya akan menjadi berkurang
dikarenakan pada tahun-tahun awal pemekaran daerah, pembangunan lebih
difokuskan pada pembangunan sarana pemerintahan. Karena itu, aliran DAU kepada
daerah pemekaran, menjadi opportunity loss terhadap penyediaan infras truktur
dan pelayanan publik kepada masyarakat. Jumlah ini tentunya tidaklah sedikit.
Dengan
demikian, BPK mempunyai peranan strategis membantu DPR, DPRD, dan DPD dalam
mengawasi anggaran belanja pemerintah agar efisien dan efektif sehingga
terciptanya good governance dengan
melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sesuai dengan amanat Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara.
Suatu
penelitian menyebutkan dampak dari Pemekaran wilayah, salah satunya di Kabupaten
Tasikmalaya menjadi Kabupaten Tasikmalaya (daerah induk) dengan kota
Tasikmalaya (daerah baru) telah membuktikan bahwa sebelum terjadinya pemekran
wilayah terjadi kesenjangan antara wilayah yang ada diperkotaan dengan wilayah
yang ada di pedesaan. Kesenjangan tersebut terjadi pada berbagai dimensi
kehidupan dan sector perekonomian, antara lain kesenjangan pendapatan,
kesenjangan perekonomian, kesenjangan kesehatan, dan kesenjangan sarana dan
prasarana umum. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Terjadi
peningkatan pemerataan pendapatan di Kabupaten Tasikmalaya pasca pemekaran
wilayah. Hal ini diduga karena terjadinya pengelompokan masyarakat kedalam dua
wilayah, yaitu: kelompok masyarakat dengan rata-rata pendapatan lebih tinggi
dikota Tasikmalaya dan kelompok masyarakat dengan rata-rata pendapatan yang
lebih rendah dikabupaten Tasikmalaya.
b. Pemekaran
wilayah telah berdampak terhadap peningkatan kontribusi sector pertanian
terhadap PDRB.
c. Rendahnya
tingkat pengangguran di Kabupaten Tasikmalaya pasca pemekaran wilayah lebih
disebabkan oleh kemampuan sector pertanian, yang sesuai dengan karakteristiknya
mampu mengakomodasi pencari kerja. Dengan kata lain, rendahnya tingkat
pengangguran terbuka diimbangi oleh tingginya setengah mengganggur (disgessed
unemployment) disektor pertanian.
d. Walaupun
nampak terjadi perubahan dalam semua indikator pendidikan, namun prubahan
tersebut lebih disebabkan karena penyebaran guru, murid, dan penduduk usia
sekolah antar wilayah di Kabupaten Tasikmalaya semula tidak merata, sehingga
ketika dilakukan pemekaran wilayah yang terjadi adalah kesenjangan antara
Kabupaten dan Kota Tasikmalaya dalam indikato-indikator sector pendidikan
tersebut.
e. Dalam
bidang kesehatan, pemekaran wilayahpun cendrung hanya akan mengakibatkan
terjadinya kesenjangan dalam layanan kesehatan, karena distribusi sarana,
prasarana, dan tenaga kesehatan semula tidak merata, melainkan lebih terkonsentrasi
diwilayah perkotaan.
f. Kebijakan
pemekaran wilayah telah berdampak positif terhadap daerah yang wilayahnya
sebagian besar pedesaan dalam pembangunan sarana dan prasarana dasar seperti
listrik dan jalan.
Selain dari hasil beberapa penelitian
diatas, pentingnya pemekaran wilayah juga bisa dilihat di Provinsi NTB, dimana
masyarakat yang ada di Kabupaten Sumbawa harus menyebrang pulau jika ingin
mencapai ke Kota. Hal tersebut tentunya membutuhkan waktu yang lama dan biaya
yang tidak sedikit.
BAB
IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pemkearan wilayah
sebenarnya bertujuan untuk mendekatkan rakyat dengan pemerintah, Dengan
kedekatan tersebut kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat bisa lebih
meningkat. Dan Berdasarkan analisa diatas, pemekaran wilayah sebenarnya telah
mencapai tujuan dasar seperti yang tertuang dalam PP 129 Tahun 2000 yang menyebutkan
bahwa pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan Daerah bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan
kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan
pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi
daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban, serta peningkatan hubungan yang
serasi antara pusat dan daerah.
Saran
Pemakaran
wilayah tidak seharusnya dilihat dari segi negatifnya saja, melainkan juga
harus mempertimangkan dari segi positif. Karena seperti yang kita ketahui bahwa
Indonesia merupakan Negara kepulauan, dimana untuk mencapai satu daerah
kedaerah lainnya membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Sehingga
menurut kami, pemekaran wilayah ini merupakan suatu hal yang sangat baik untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat demi kemajuan bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang
Undang-Undang Dasar 1945
PP Nomor 78 Tahun 2007
Republik Indonesia, PP 129 Tahun 2000
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemrintahan
Daerah
Dikutip dari Sie
Infokum-Ditama Binbangkum, Putra R Alam Surya, 2006, ”Pemekaran Daerah di
Indonesia : Kasus di Wilayah Penelitian IRDA, Makalah Seminar Internasional
Percik ke-7, Salatiga, Juli 2006. Pratikno, 2007,” Policy Paper : Usulan
Perubahan Kebijakan Penataan Daerah (Pemekaran dan Penggabungan Daerah)”,Kajian
Akademik Penataan Daerah di Indonesia Kerja sama Dengan DRSP-Depdagri.